GOWA – Mantan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar, Andi Ibrahim, dituntut delapan tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta atas keterlibatannya dalam kasus peredaran uang palsu.
Tuntutan terhadap Andi Ibrahim dibacakan dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Sungguminasa, Kabupaten Gowa, pada Rabu, 6 Agustus 2025.
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Aria Perkasa menyatakan bahwa terdakwa terbukti memproduksi, menyimpan, dan mengedarkan uang palsu.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Andi Ibrahim berupa pidana penjara selama delapan tahun, dikurangi masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani,” kata JPU Aria Perkasa di hadapan majelis hakim.
Selain tuntutan pidana penjara, jaksa juga menuntut agar Andi Ibrahim dikenakan denda sebesar Rp100 juta.
“Denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama satu tahun,” tambah Aria.
Jaksa menyebut bahwa peran Andi Ibrahim dalam jaringan pemalsuan uang sangat sentral dan menentukan jalannya proses produksi uang palsu.
Terdakwa diketahui menyalahgunakan jabatannya dengan membawa mesin offset ke dalam gedung perpustakaan UIN Alauddin Makassar.
Mesin tersebut kemudian digunakan untuk mencetak uang palsu dalam jumlah besar, yang diperkirakan mencapai nominal Rp650 juta.
“Terdakwa terbukti memproduksi, menyimpan, dan mengedarkan uang palsu,” tegas Aria.
Dalam tuntutannya, jaksa menilai bahwa tindakan Andi Ibrahim tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga berpotensi mengguncang stabilitas ekonomi nasional.
“Perbuatan terdakwa meresahkan dan merugikan masyarakat. Dapat menimbulkan permasalahan perekonomian negara,” jelas JPU.
Namun, jaksa juga mengungkapkan beberapa hal yang meringankan dalam tuntutan tersebut, termasuk sikap kooperatif terdakwa selama proses persidangan.
Selain itu, Andi Ibrahim dinilai sebagai tulang punggung keluarga dan belum pernah menjalani hukuman sebelumnya.
Kasus uang palsu ini pertama kali terungkap pada Desember 2024 dan langsung menghebohkan publik, mengingat lokasi produksinya berada di dalam lingkungan kampus.
Tak tanggung-tanggung, total 15 orang terdakwa terseret dalam jaringan pemalsuan uang yang beroperasi cukup sistematis ini.
Hingga kini, sidang terhadap sejumlah terdakwa lain masih berlangsung dengan agenda yang berbeda-beda.