MAKASSAR, UPDATENEWS – Suasana kampus Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas) pada 20 Mei 2025 terasa berbeda. Bukan karena perayaan atau wisuda, tapi karena puluhan guru besar berdiri bersatu, membacakan sebuah pernyataan sikap yang keras dan jernih sebuah alarm darurat untuk masa depan pendidikan kedokteran dan layanan kesehatan nasional.
Dengan latar gedung akademik tempat ribuan dokter masa depan ditempa, suara mereka menggaung. “Kami tidak diam saat kualitas pendidikan dan keselamatan pasien dipertaruhkan”
Pernyataan ini dibacakan oleh Dekan Fakultas Kedokteran Unhas, Prof Dr Haerani Rasyid, sebagai bentuk keprihatinan mendalam terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang mereka nilai melemahkan sistem pendidikan dokter dan merusak tatanan pelayanan kesehatan nasional.
Prof. Haerani mengungkapkan bahwa selama pandemi COVID-19, tenaga medis telah membuktikan dedikasinya tanpa pamrih. Namun kini, setelah krisis berlalu, kebijakan yang hadir justru seperti memunggungi mereka.
Salah satu isu krusial yang disoroti adalah rencana pendirian jalur pendidikan dokter spesialis di luar universitas. Bagi para akademisi, ini bukan solusi, melainkan jalan pintas yang penuh risiko
“Ini bukan hanya soal pengajaran, tapi soal nyawa. Pendidikan dokter tidak bisa instan. Harus berbasis ilmu, etika, dan kolaborasi,” tegas Prof. Haerani.
Tak hanya itu, implementasi Rumah Sakit Pendidikan Pemerintah dan Daerah (RSPPU) dinilai dipaksakan tanpa kajian mendalam.
Padahal, pendidikan dokter spesialis membutuhkan sistem yang teruji dan lingkungan belajar yang mendukung mutu dan integritas.
Dalam pernyataan tersebut, para guru besar juga mengungkap kekhawatiran terhadap atmosfer represif dan narasi publik yang menyudutkan institusi pendidikan dan profesi medis.
“Ketika suara akademisi dibungkam dan kritik dianggap ancaman, kita sedang merusak fondasi intelektual bangsa,” ucapnya penuh keprihatinan.
Menurut mereka, persoalan medis yang kerap disorot pejabat sebenarnya bersifat insidental dan personal, bukan sistemik. Maka, penyelesaiannya tidak bisa dengan membentuk kebijakan populis yang menyasar gejala, bukan akar masalah.
Dalam akhir pernyataannya, para guru besar menyerukan pemulihan kepercayaan antara pemerintah, institusi pendidikan, dan profesi medis. Mereka mendesak Presiden dan DPR RI untuk menempatkan keselamatan rakyat dan mutu layanan kesehatan sebagai prioritas tertinggi.
Lebih dari itu, mereka menuntut pengembalian independensi kolegium dokter spesialis dan mendukung proses hukum untuk membatalkan pasal-pasal kontroversial dalam kebijakan kesehatan saat ini.
“Sudah saatnya Kementerian Kesehatan dipimpin oleh tokoh yang berwawasan luas, kolaboratif, dan etis—bukan otoriter dan egosentris,” pungkas Prof. Haerani.
Pernyataan para guru besar FK Unhas ini adalah cerminan dari keresahan mendalam komunitas medis akademik terhadap masa depan profesi dokter di Indonesia. Suara mereka bukan sekadar kritik, melainkan peringatan bahwa di balik setiap kebijakan kesehatan, ada nyawa yang dipertaruhkan.