TATOR, UPDATENEWS – H. Dedy Rahman warga Toraja Utara, harus menjalani hukuman dua tahun penjara karena merusak gembok rumahnya sendiri yang dilelang tanpa prosedur yang jelas. Nilai gembok yang dirusak Rp72 ribu.
“Rp72 ribu atau kurang lebih Rp75 ribu, terus sesudah disidang Tipiring tidak cukup bukti maka berkas itu dikembalikan pada penyidiknya, penyidiknya itu menyerahkan kembali ke kejaksaan,” kata H. Dedy Rahman saat diwawancara UPDATENEWS di RSUD Lakipada, Minggu (20/07/2025).
Dedy mengungkapkan bahwa perkara tersebut awalnya ditangani melalui sidang tipiring, namun dinyatakan tidak cukup bukti untuk dilanjutkan.
“Kejaksaan yang mengelola, disitulah saya dikenakan pidana tapi saya tidak tahu menahu sampai pidananya muncul sementara sidang tipiringnya sudah selesai dan tidak cukup bukti dilakukan penahanan,” ucap Dedy.
Ia mengungkapkam jika dirinya ditangkap di dekat Lapangan Kodim tanpa diberi penjelasan ataupun kesempatan untuk membela diri.
“Didekat Lapangan Kodim saya disitu diambil langsung dibawah ke Kejaksaan kantor Kejaksaan di Bolu, disitu saya tidak dikasih kesempatan disitu, langsung dilakukan saja bahwa anda ini sudah melanggar hukum,” ungkapnya.
Dedy merasa dikriminalisasi dan mengalami tekanan psikis yang cukup berat selama dipenjara. Kini, ia dalam kondisi sakit setelah lima bulan ditahan di Rutan Makale, dan telah empat hari menjalani perawatan di RSUD Lakipadada.
Kasus ini berawal dari tanah seluas 323 meter persegi milik istrinya, Nurdiana, yang dijaminkan ke KSP Marendeng sebagai agunan pinjaman sebesar Rp250 juta dengan tenor 10 tahun (2013–2023). Pada 2019, musibah kebakaran menimpa usaha Nurdiana, menyebabkan kreditnya macet dan menyisakan utang Rp164 juta.
Tanpa pemberitahuan resmi, KSP Marendeng mengajukan permohonan lelang ke Pengadilan Negeri Makale. Dalam waktu satu bulan PN Makale menerbitkan surat penetapan aanmaning, dan pada November 2020, tanah tersebut dilelang oleh KPKNL Palopo dengan nilai penjualan Rp621 juta.

Nurdiana menyayangkan proses lelang yang tidak melalui mekanisme surat peringatan 1, 2, dan 3. Surat-surat itu justru baru ia terima sehari sebelum pelaksanaan lelang. Bahkan, permintaan waktu empat hari untuk melunasi utang ditolak oleh pihak koperasi.
Pada saat bersamaan, dana sebesar Rp60 juta yang merupakan tabungan Nurdiana di koperasi tersebut juga ditarik tanpa persetujuan dan digunakan untuk menutupi sisa utang, meskipun tidak berkaitan langsung.
Setelah pemenang lelang ditetapkan, tanah milik Nurdiana diduga dibalik nama secara diam-diam melalui notaris PPAT Pipianti di Kantor Pertanahan Tana Toraja. Kemudian, pada November 2022, rumah tersebut dieksekusi dan digembok oleh pemenang lelang.
Dedy yang tidak terima, merusak gembok rumah agar dapat kembali menempatinya. Aksi tersebut kemudian dilaporkan ke polisi oleh pemenang lelang, Ornianty Tandi Bunna, melalui kuasa hukumnya Ghemaria Parinding.
Karena nilai gembok hanya Rp72 ribu, Pengadilan Negeri Makale tidak menerima perkara tersebut. Namun, Kejaksaan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Makassar dan menggabungkan kerugian lelang Rp621 juta dalam dakwaan, hingga akhirnya Dedy divonis dua tahun penjara.
Ia dijemput pada Februari 2025 untuk menjalani penahanan, dan hingga Juli 2025 masih mendekam di Rutan Makale dalam keadaan sakit.
Kuasa hukum Dedy dan Nurdiana, Pither Singkali menyebut kasus ini tidak berpihak pada rasa kemanusiaan.
“Kasus ini adalah bentuk peradilan sesat, rekayasa kasus dan kriminalisasi,” tegas Pither Singkali saat konferensi pers di Resto Depot 99 Rantelemo, Jumat (18/07/2025).
Ia memastikan akan melakukan perlawanan hukum dan melayangkan somasi kepada KSP Marendeng atas seluruh rangkaian kasus yang dianggap penuh kejanggalan tersebut.
Editor: Redaksi