MAKASSAR – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) menggelar kegiatan “Jaksa Menyapa”dalam rangka memperingati Hari Bhakti Adhyaksa Tahun 2025, Selasa (22/7/2025).
Acara ini digelar dengan mengusung tema “Kejaksaan dan Pembangunan Berkeadilan: Mengawal Investasi untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi Selatan”.
Dua narasumber utama hadir dalam diskusi ini, yakni Kepala Kejati Sulsel sekaligus Ketua Satgas Percepatan Investasi Provinsi Sulsel, Agus Salim, serta Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang, Suryadarma Hasyim.
Dalam paparannya, Agus Salim menyoroti program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, khususnya mengenai hilirisasi sumber daya alam, supremasi hukum, serta ketahanan pangan dan energi terbarukan.
Menurutnya, upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% di Sulawesi Selatan masih menghadapi tantangan besar, terutama terkait kepastian hukum bagi para investor.
“Para investor, baik di pusat maupun daerah, membutuhkan jaminan kepastian hukum agar pelaku usaha tidak ragu menanamkan modal. Kami mendorong investasi untuk memacu pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Agus Salim menjelaskan bahwa Satgas Percepatan Investasi yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden hanya ada di tingkat pusat.
Untuk itu, Kejati Sulsel berinisiatif membentuk satgas serupa di daerah guna mengurai hambatan investasi seperti birokrasi berbelit, ego sektoral antarinstansi, tumpang tindih lahan, hingga persoalan mafia tanah.
“Dengan gagasan ini, saya mencoba meyakinkan Pemerintah Provinsi Sulsel agar mendukung percepatan investasi,” tegasnya.
Agus Salim juga memaparkan keberhasilan Satgas Percepatan Investasi dalam menangani proyek strategis, salah satunya pembangunan Bendungan Jenelata.
Proyek ini sempat terkendala pembebasan lahan, namun setelah satgas turun tangan, progres pengerjaan meningkat dari 3% menjadi 14%.
“Satgas bekerja dengan prinsip *one stop solution*, memotong rantai birokrasi agar investasi tidak terhambat,” tambahnya.
Sementara, Kepala BBWS Pompengan Jeneberang, Suryadarma Hasyim mengungkapkan bahwa pembangunan Bendungan Jenelata senilai Rp4,1 triliun sempat terganggu karena persoalan lahan, termasuk tumpang tindih kepemilikan dan kawasan hutan.
“Setelah bertemu dengan Pak Kajati Sulsel, kami membuat terobosan dengan melibatkan Pemprov Sulsel, BPN, dan instansi lain. Pendampingan Kejaksaan membuat BPN lebih berani melakukan pembebasan lahan,” kata Suryadarma.
Ia menambahkan, penyelesaian konflik lahan PTPN yang diklaim masyarakat di kawasan Bendungan Jenelata bisa dilakukan dengan mediasi semua pihak.
“Dengan adanya satgas ini, saya optimis target penyelesaian Bendungan Jenelata pada Juni 2028 dapat tercapai,” pungkasnya.