MAKASSAR, UPDATNEWS — Kepemimpinan Prof. Dr. Andi Melantik Rompegading, SH., MH., sebagai Rektor Universitas Sawerigading (Unsa) Makassar terus menunjukkan kiprahnya dalam memperluas jejaring kerja sama akademik dengan berbagai perguruan tinggi negeri. Salah satu langkah strategis yang ditempuh adalah menjalin kemitraan dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari.
Kerja sama ini tidak berhenti di atas kertas. Sejumlah kegiatan nyata telah berjalan, mulai dari program benchmarking antara Prodi Sosiologi dan Administrasi Publik Unsa dengan Prodi Administrasi Negara dan Administrasi Bisnis UHO. Sebagai tindak lanjut, Rabu (5/11), FISIP Unsa Makassar menghadirkan dosen tamu dari UHO, Dr. Ambo Upe, dalam kuliah umum bertema “Rebranding Ilmu Sosial dan Humaniora: Transformasi Daya Tarik di Era Disrupsi.”

Kegiatan yang berlangsung di Aula Universitas Sawerigading ini dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama, Dr. Adi Sumandiyar, M.Pd. Dalam sambutannya, ia menegaskan pentingnya kolaborasi lintas kampus untuk memperkuat daya saing keilmuan sosial di tengah perubahan zaman yang serba cepat.
“Ilmu sosial dan humaniora tidak boleh merasa terpinggirkan di era teknologi. Justru dari sinilah lahir kemampuan reflektif, empati, dan nilai kemanusiaan yang menjadi fondasi pembangunan bangsa. Karena itu, kerja sama semacam ini perlu terus diperkuat agar mahasiswa kita memiliki cara pandang yang relevan dengan tantangan era digital,” ujar Dr. Adi Sumandiyar.

Dalam paparannya, Dr. Ambo Upe membuka sesi dengan tayangan film pendek tentang revolusi digital global yang mengubah tatanan sosial dan budaya manusia. Ia menyebut bahwa ilmu sosial dan humaniora (ISH) kini tengah menghadapi tiga tantangan besar: krisis citra, krisis relevansi, dan krisis daya tarik.
Menurutnya, era disrupsi ditandai oleh perubahan cepat akibat inovasi teknologi yang masif, diiringi dengan munculnya ketidakpastian dan konvergensi antar-disiplin ilmu. Dalam konteks ini, lanjutnya, ISH justru memiliki peran vital untuk menjaga keseimbangan antara kemajuan teknologi dan nilai-nilai kemanusiaan.
“Dunia digital membutuhkan kemampuan berpikir kritis, empati, dan komunikasi. Semua itu adalah kekuatan utama ilmu sosial dan humaniora. Jadi, jangan pernah merasa tersisih—justru kita harus tampil di garis depan perubahan,” tegas Dr. Ambo Upe di hadapan peserta kuliah umum.
Ia juga memaparkan sejumlah strategi untuk rebranding ISH agar lebih adaptif terhadap perubahan. Di tingkat kampus, ia mendorong pembaruan visi akademik, penguatan kurikulum yang kolaboratif, serta penciptaan ekosistem inovasi yang berdampak sosial. Sedangkan di tingkat dosen, ia mengajak untuk mengubah cara mengajar, berinovasi berbasis teknologi, hingga menjadi content creator ilmiah.
Adapun bagi mahasiswa, ia menekankan pentingnya membangun hybrid skills dan identitas aktif sebagai agen perubahan sosial di dunia digital. Salah satu peserta kuliah umum, Nurhayati, mahasiswa Prodi Hukum Unsa, mengaku terinspirasi oleh pemikiran yang disampaikan.
“Saya jadi lebih optimis. Ternyata mahasiswa ilmu sosial dan humaniora juga bisa berperan besar di dunia digital, asal mau terus belajar dan beradaptasi,” ungkapnya.
Kuliah umum ini dipandu oleh Dr. Irwan, S.Pd., M.Pd., Ketua Prodi Sosiologi Universitas Sawerigading. Dalam penutupan acara, ia menyampaikan bahwa kegiatan seperti ini menjadi bukti nyata kolaborasi antarperguruan tinggi yang saling memperkaya perspektif keilmuan.
“Era disrupsi menuntut kita untuk tidak hanya bertahan, tapi juga berinovasi. Rebranding ilmu sosial bukan berarti meninggalkan nilai-nilai lama, melainkan menafsirkan kembali peran kita agar tetap relevan dan berdaya guna,” tutur Dr. Irwan menutup kegiatan.












