MAKASSAR, UPDATENEWS– Sidang lanjutan kasus dugaan peredaran kosmetik mengandung merkuri dengan terdakwa Mira Hayati alias “Ratu Emas” kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (17/6/2025).
Sidang yang berlangsung di ruang Letnan Jenderal TNI (Purn) Ali Said tersebut mengagendakan pembacaan nota pembelaan atau pleidoi dari tim kuasa hukum Mira Hayati.
Dalam sidang itu, kuasa hukum membacakan sekitar 15 poin pembelaan di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Arif Wisaksono.
Usai pembacaan pleidoi, majelis hakim memberikan kesempatan kepada Mira Hayati untuk menyampaikan tanggapan secara langsung.
Dengan nada emosional dan air mata, Mira menyatakan merasa diperlakukan tidak adil selama proses hukum berlangsung.
“Sesuai fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, saya tidak pernah melakukan tindak pidana yang dituduhkan kepada saya,” ujar Mira sambil menangis.
Mira, yang merupakan Direktur PT Agus Mira Mandiri Utama, juga mengungkap bahwa tekanan psikologis selama proses hukum memengaruhi kondisi kehamilannya hingga harus menjalani persalinan secara caesar.
Ia berharap nota pembelaan tim kuasa hukumnya bisa menjadi pertimbangan bagi hakim dalam mengambil keputusan.
“Saya berharap majelis hakim bersikap objektif dan benar-benar menjadi penegak keadilan,” ucapnya.
Mira juga mengaku mengalami tekanan berat, termasuk dari media sosial dan pemberitaan media massa yang menurutnya telah mempengaruhi kondisi mentalnya sejak awal persidangan.
Di sisi lain, kuasa hukum Mira Hayati, Ida Hamidah, menilai kliennya menjadi korban diskriminasi hukum. Ia menyebut penyidik menggunakan metode undercover buy yang menurutnya tidak tepat diterapkan dalam kasus kosmetik.
“Metode undercover buy hanya lazim digunakan dalam penindakan narkotika, bukan kosmetik. Skincare bukan barang terlarang,” kata Ida usai sidang.
Selain itu, Ida menyoroti proses pengambilan sampel produk yang dilakukan penyidik berasal dari reseller, bukan dari pabrik secara langsung. Hal ini dinilainya sebagai kekeliruan dalam pembuktian.
“Jika memang Mira dijadikan target utama, seharusnya uji laboratorium dilakukan langsung terhadap produk dari pabrik, bukan dari reseller,” tegasnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yusnikar dalam sidang tuntutan menyatakan bahwa Mira Hayati terbukti melanggar Pasal 435 jo Pasal 138 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Mira Hayati berupa enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, subsider tiga bulan kurungan. Masa penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” ujar Yusnikar.
Jaksa menyebut, hal yang memberatkan tuntutan yakni terdakwa dianggap tidak mengindahkan teguran dari BPOM Makassar atas produk kosmetik yang dinilai tidak sesuai standar, serta tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya.
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda tanggapan dari JPU terhadap pleidoi terdakwa.